Presiden Filipina Janji Segera Tumpas Abu Sayyaf

  • Bagikan
Presiden Filipina, Rodrigo Duterte berjanji segera menumpas gerakan Abu Sayyaf (foto AFC)

BERITA9, MANILA – Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, memastikan bahwa akan tiba saatnya bagi militer Filipina berhadapan secara langsung kelompok militan Abu Sayyaf yang kerap menculik orang demi mendapatkan uang tebusan. “Akan ada waktunya ketika saya akan harus berkonfrontasi dengan Abu Sayyaf. Penculikan ini harus dihentikan,” ujar Duterte seperti dikutip Reuters, Jumat (24/6).

Pernyataan ini dilontarkan setelah Duterte bertemu dengan satu warganya yang baru saja dibebaskan dari penyanderaan Abu Sayyaf setelah sembilan bulan disekap. Tak hanya orang Filipina, Abu Sayyaf juga kerap menyekap warga asing demi uang tebusan, termasuk dari Indonesia.

Dari tanah air dikabarkan, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno LP Marsudi, memastikan telah terjadi kembali penyanderaan tujuh anak buah kapal warga negara Indonesia di perairan Sulu oleh kelompok bersenjata Filipina pada 20 Juni lalu.

“Pada tanggal 23 Juni sore, kami mendapatkan konfirmasi bahwa telah terjadi penyanderaan terhadap ABK WNI kapal tugboat Charles 001 dan kapal tongkang Robby 152,” ujar Retno saat menyampaikan pernyataan resminya di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat (24/6).

Menurut Retno, penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6) di Laut Sulu dalam dua tahap oleh dua kelompok bersenjata berbeda pada pukul 11.30 dan 12.45 waktu setempat. Saat itu, kapal membawa 13 ABK. Menurut juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir, pada tahap pertama, hanya 3 orang yang disandera. Lalu pada tahap kedua, 4 orang lainnya disandera.

Untuk membahas pembebasan ketujuh WNI tersebut, dilakukan rapat koordinasi di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan pada hari ini. Indonesia juga siap bekerja sama dengan Manila dan meminta pemerintah Filipina memastikan keamanan di wilayah perairan mereka sehingga tidak mengganggu kegiatan ekonomi di kawasan sekitar.

Selain WNI, Abu Sayyaf juga pernah menyandera warga Malaysia, Norwegia, dan Kanada. Dua warga Kanada dieksekusi pada kesempatan terpisah karena pemerintah tak kunjung membayarkan tebusan hingga tenggat waktu terlewati. (red/hwi/stu)

 

  • Bagikan