Runtuhnya Dinasti Kecurangan Melawan Ketulusan Hati

  • Bagikan
Seorang Ibu secara spontan menjadi orator dadakan berkampanye untuk pasangan cagub Jatim nomor urut 1 Khofifah-Emil (foto: joko/BERITA9)

BERITA9, JAKARTA – Arena pemilihan gubernur (Pilgub) Jawa Timur (Jatim) benar-benar menguras hampir semua sumber daya banyak pihak. Tak terkecuali elite partai pengusung yang menggabungkan dirinya dalam wadah tim pemenangan calon gubernur dan calon wakil gubernur (cagub dan cawagub) Jatim.

Semua tim pemenangan seantreo Jatim saling berjibaku dengan waktu guna menjaring suara pemilih. Segala macam strategi dari yang halus sampai yang curang, menjadi aroma penyedap pesta demokrasi lima tahunan itu.

Konstentasi yang melelahkan tak menjadikan banyak orang yang terlibat merasa jenuh. Entah berapa banyak dana, waktu dan tenaga yang tercurah demi mencapai kemenangan jagoan yang diusungnya.

Pertemuan sejumlah Kades di Banyuwangi dengan cagub Jatim nomor urut 2 Gus Ipul dirumah salah satu ulama pada Rabu 30 Mei 2018 tengah malam (foto istimewa)

Al khususon di Banyuwangi, ‘pertempuran’ terasa sangat sengit. Maklum, wilayah paling ujung Pulau Jawa itu sebagai salah satu lumbung suara yang sangat gurih diperebutkan dua konstestan peserta Pilgub Jatim yakni pasangan Khofifah Indar Parawansa – Emil Elistianto Dardak dan Syaifullah Yusuf (Gus Ipul) – Puti Guntur Soekarnoputri.

Berderak Kencang

Dalam berbagai survei yang dilakukan mulai lembaga independen, profesional hingga lembaga bayaran, menempatkan pasangan cagub dan cawagub Gus Ipul-Puti akan menang mudah di Banyuwangi. Apalagi, diwilayah itu bermukim ratusan ribu warga Nahdlatul Ulama (NU) yang diklaim sebagai pendukung setia Gus Ipul.

Yah, kedua pasangan calon gubernur, Khofifah dan Gus Ipul berangkat dari akar rumput yang sama, NU. Keduanya memiliki basis massa yang berbeda tipis dari sisi gender. Khofifah berlabel Ketua Umum Muslimat NU mempunyai pendukung para kaum perempuan, sedangkan Gus Ipul mantan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor NU lebih kuat dilevel massa kaum muda dan lingkungan pondok pesantren.

Keduanya pun memiliki pengaruh yang sangat kuat dilevel ulama. Maka tak heran, Jawa Timur yang notabenenya basis utama warga Nahdliyin menjadi ladang manis bagi kedua tokoh NU tersebut.

Saking seksinya Banyuwangi, pasangan cagub dan cawagub nomor 2, Gus Ipul-Puti mesti bermukim lumayan lama di wilayah itu. Dari berbagai informasi, pernah Gus Ipul mesti menginap 3 hari 3 malam disambung pasangannya Puti dengan jumlah hari yang sama, berkeliling seantreo Blambangan demi mencapai suara maksimal.

Maklum, kabupaten ujung Pulau Jawa itu dalam banyak prediksi lembaga survei memposisikan kemenangan bagi pasangan Gus Ipul-Puti. Namun sayang, fakta terakhir berkata lain, Khofifah-Emil ternyata keluar sebagai pemenang perkiraan selisih suara hanya 17 ribuan saja.

Geger-Gegeran Pamong Desa

Dengan asumsi kemenangan versi lembaga survei, Gus Ipul merasa tidak akan mendapat hambatan berarti, terlebih beberapa ulama beken Banyuwangi berada dibarisannya. Takdir berkata lain. Sebuah acara yang dianggap sangat secreet, ternyata diketahui banyak pihak, bahkan sampai ketelinga tim pesaing utamanya, pasangan Khofifah-Emil.

Warga dengan bangga memamerkan kalender berlogo pasangan Khofifah-Emil (foto : joko/BERITA9)

Sebuah acara pertemuan Gus Ipul dengan 62 Kepala Desa (Kades) se Banyuwangi yang digelar Rabu tengah malam (30/5/2018) sekitar pukul 22.30 sampai jam 23.45 WIB dirumah salah satu ulama tersohor di kabupaten tersebut. Usai pertemuan, diduga setiap Kades menerima uang yang disebut pengganti transportasi masing-masing Rp1 juta. Pertemuan malam itu, diduga kuat sebagai salah satu strategi Gus Ipul dalam rangka meminta dukungan buat dirinya menang pada Pilgub Jatim pada 27 Juni mendatang.

Walapun akhirnya, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Banyuwangi serta penyidik Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) memutuskan tidak ada pelanggaran pemilu yang dilakukan Gus Ipul. Dalam kajian sebelumnya, Panwaslu merekomendasikan adanya dugaan pelanggaran Pasal 71 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.

Disitu disebutkan, bahwa pejabat negara, pejabat daerah, pejabat Apartur Sipil Negara (ASN), anggota TNI/ Polri dan Kepala Desa atau sebutan lain/ Lurah dilarang membuat keputusan dan/ atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Ketua Panwaslu Banyuwangi, Hasyim Wahid menegaskan bahwa keputusan penyidik sentra Gakkumdu diambil dengan mengedepankan netralitas serta prinsip kehati-hatian. “Bukti belum mencukupi, salah satunya aktif atau pasif para Kades dalam pertemuan tersebut,” katanya.

Usai pertemuan Rabu malam 30 Mei itu, publik Banyuwangi seolah-olah dilanda gempa, gempa politik berkekuatan dahsyat yang bikin kepala politisi pusing delapan keliling.

Seorang Ibu secara spontan menjadi orator dadakan berkampanye untuk pasangan cagub Jatim nomor urut 1 Khofifah-Emil (foto: joko/BERITA9)

Dihadapi Dengan Hati

Ada fakta menarik dibalik keputusan yang diambil Panwaslu dan Penyidik Gakkumdu, yakni, tidak lengkapnya laporan yang dibuat tim pemenangan pasangan Khofifal-Emil. Lho kok bisa?

“Kami sengaja tidak melengkapi agar itu menjadi bahan temuan Panwaslu, tujuannya supaya Panwaslu bekerja maksimal dan menunjukkan diri kepada publik sebagai lembaga independent dan profesional,” kata Ketua Tim Pemenangan paslon Khofifah-Emil wilayah Banyuwangi, Michael Edy Hariyanto beberapa waktu lalu.

Keengganan melengkapi dokumen laporan itu, kata Michael, secara pribadi ia melihat kepentingan yang jauh lebih besar dilandasi rasa welas asih kepada semua Kades yang mengikuti pertemuan tersebut.

Ia tidak percaya, 62 Kades itu akan berani melibatkan diri dalam ranah politik praktis karena dilarang dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. “Kades itu datang atas perintah atasan, sebagai bawahan, sangat wajar mereka hadir karena mentaati perintah atasan. Jadi yang harus disalahkan yah atasannya, bukan Kades,” ungkap Michael.

Posisi Kades pun bisa dimaklumi sangat galau dengan acara Rabu malam yang keramat itu. Bisa jadi, mereka sudah tahu akan bertemu dengan cagub Gus Ipul, tetapi tidak bisa menolak perintah atasan. Jika hadir, akan terkena tuduhan melanggar peraturan negara. Tidak hadir, maka dianggap membangkang perintah atasan. Hadir atau tidak sama-sama pilihan yang sulit tapi harus diambil dengan berbagai resiko.

Masuk akal keterangan Michael, yang harus diminta pertanggung jawaban adalah atasan Kades. Tapi siapa? Secara vertikal, ada dua tingkat atasan Kades yakni Camat dan Bupati. Lalu siapa yang memerintahkan para Kades itu datang? Hayooo sipa hayooo……

Padahal, ada beberapa lembaga yang ramai-ramai melaporkan para Kades ke penegak hukum dengan tuduhan terlibat dalam politik praktis dan menerima dugaan gratifikasi. Sayang, laporan mereka ditolak dengan alasan sudah ada laporan dari Tim Pemenangan Khofifah-Emil yang bergerak sehari setelah acara Rabu malam 30 Mei yang syahdu itu.

Michael Edy, penyanyi Danang DA2 berinteraksi tanpa batas dengan rakyat Banyuwangi (foto : joko/BERITA9)

Panasnya suhu itu, disikapi para Kades yang mulai membuang diri dari keterlibatan kontestasi Pilgub Jatim 2018 yang lalu. Para pamong desa itu merasa nyaman jauh-jauh dari semua tim sukses agar tidak terkena sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.

Geger alas politik itu ternyata tidak dilawan dengan tindakan yang sama. Partai Demokrat Banyuwangi dibawah komando Michael, merubah strategi kampanye berhubungan langsung dengan rakyat. Dibuatlah tagline Demokrat Menyapa Pelosok.

Mengerahkan segala macam sumber, mulai sumber daya, tenaga, pikiran dan sumber uang, Demokrat Banyuwangi mulai merancang strategi meraih simpati warga Blambangan. Tidak sedikit kader dan simpatisan partai berlambang mercy itu berpanas-panas ria masuk keberbagai pelosok dusun, desa hingga RT, untuk sekedar berbagi makan pembuka puasa.

Tidak ada satupun acara khusus bahkan wabillqhususon yang dibuat Demokrat untuk meraih kemenangan Khofifah-Emil. Semua berjalan alami dan mengalir bagaikan air ditengah telaga (cieee penulis lag lebay). Strategi jitu yang dibuat Michael ternyata berhasil.

Michael Edy Hariyanto Ketua DPC Partai Demokrat Banyuwangi yang merangkap sebagai Ketua Tim Pemenangan Khofifah-Emil berorasi pada acara Demokrat Menyapa Pelosok (foto : joko/BERITA9)

Mengedepankan welas asih kepada para Kades, welas sayang kepada rakyat, menyodorkan hati kepada warga Banyuwangi menjadi panglima yang membawa keberuntungan bagi Demokrat dan seluruh partai pengusung Khofifah-Emil meraih simpati dan meraih kemenangan.

Usai membawa kemenangan Khofifah-Emil di Banyuwangi, sebuah tantangan yang sangat besar telah menunggu Partai Demokrat, Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Umum 2019. Jika pada Pilgub Demokrat bergabung dengan berbagai partai politik dalam satu wadah memenangkan Khofifah-Emil, maka pada Pileg dan Pemilu 2019, Partai Demokrat akan berjalan sendirian. Inilah pertempuran yang sesungguhnya. Masih bisakan elite Partai Demokrat Banyuwangi tersenyum lebar menyongsong hasil tahun keramat 2019?? Wallahu’alam bii shawab……

Penulis : Hans Wijaya

  • Bagikan