Rizal Ramli : Pejabat Anti Kritik, Kembali ke Jaman Kolonial

  • Bagikan

BERITA9, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli menyesalkan sikap pejabat publik semacam anggota DPR yang enggan dikritik dan diberi masukan. Bahkan dengan pongahnya mereka membentengi diri dengan membuat aturan dalam perundang-undangan.

“Kalau pejabat gak doyan dikritik, gak doyan diberimasukan, ya jadi orang biasa saja, gak usah jadi pejabat,” kata Rizal Ramli Rabu (14/2/2018) malam.

Rizal Ramli berkata, pejabat saat ini lebih rajin membuat aturan melindungi diri sendiri dan kelompoknya, sehingga berencana mempidanakan pihak-pihak yang mengkritik. Hal itu merujuk pada Undang Undang MD3 yang memberikan hak imunitas berlebihan kepada Anggota DPR. Parahnya, mereka memperkuasnya di rancanangan RKUHP soal pasal penghinaan presiden.

Rizal mengatakan, dirinya pernah dipenjara oleh Soeharto karena dianggap menghina presiden. Padahal saat itu ia menyampaikan pendapat dan kritik kepada Soeharto atas gaya kepemimpinannya yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.

Baca : Mahfud MD Tuding DPR Kacaukan Hukum Tata Negara RI

Bila gaya pejabat seperti ini terjadi lagi di Indonesia, menurut dia, menunjukkan Indonesia negara yang kembali ke masa kolonial. Karena aturan larangan kritik atas dasar pasal penghinaan sebenarnya dari Undang-Undang untuk Ratu Belanda, yang disebut hatzaai artikelen aturan hukum warisan kolonial di Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie.

“Dulu siapa yang menghina Belanda dipenjarain,” ungkapnya. Dan Hatzaai Artikelen yang merupakan warisan kolonial kemudian diadopsi dalam KUHP Pasal 154 dan 155. Ternyata zaman Soeharto dipakai keras, dan setelah reformasi kita berjuang agar itu dibatalkan, karena bangsa ini tidak ingin pejabatnya menjadi otoriter.

Dan kemudian akhirnya dalam keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya dinyatakan pasal ini tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat. Maka aturan ini ditegaskan Rizal Ramli sudah menjadi aturan usang dalam sejarah bangsa Indonesia sejak reformasi. “Jadi kalau ada pejabat yang sekarang antikritik dengan membuat undang-undang itu sama saja mengembalikan Indonesia ke masa kolonial,” tandasnya. (red)

  • Bagikan