BERITA9, JAKARTA – Mayoritas fraksi di Panitia Kerja Rancangan Undang Undang (Panja RUU) Pemilu menghendaki Pemilu 2019 menghilangkan Presidential Threshold alias ambang batas presidensial. Sikap berbeda dikeluarkan Fraksi Golkar, PDIP, dan Nasdem yang menolak dan bersikukuh Presidential Threshold tetap 20 persen, sama seperti pemilu sebelumnya.
“Mayoritas fraksi di Panja RUU Pemilu mempunyai tafsir yang sama tentang Keputusan MK No 14/PUU-XI/2013 di mana menjelaskan keserentakan pemilu legislatif dan eksekutif pada tahun 2019 berimplikasi kepada ditiadakannya Presidential Threshold,” ujar Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy, Selasa (2/5).
Adanya Presindential Threshold dianggap bertentangan dengan Keputusan MK. Di dalam diskusi rapat Panja, memang berkembang ada opsi Presidential Threshold sama dengan Parliamentary Threshold (PT). Namun, opsi ini dianggap sama dengan Presidential Threshold yang lama (20-25 persen).
Lukman Edy menjelaskan, sebab persoalannya bukan di pilihan angka treshold, tetapi antara konstitisional dan inkonstitusional. Penurunan angka Presidential Threshold tetap dianggap inskonstitusional, karena mayoritas fraksi berpendapat yang dikehendaki oleh keputusan MK tersebut adalah tanpa Presidential Threshold.
Penjelasan bahwa Keputusan MK No 14/PUU-XI/2013 ditafsirkan bahwa terhadap Presidential Threshold adalah open legal policy, terserah pembuat UU, tidak dapat diterima oleh mayoritas fraksi. Menurutnya, jika pada akhirnya Pansus akan menyepakati Pemilihan Presiden tanpa Threshold, maka semua partai politik peserta Pemilu boleh mengusung calon presiden dan wakil presiden baik itu diusulkan oleh satu partai politik saja maupun gabungan partai politik.
“Dinamika politik di Pemilu 2019 akan sangat dinamis dengan suasana yang sangat berbeda dengan Pemilu 2014 yang lalu. Tetapi saya tetap meyakini walaupun partai politik mempunyai hak yang sama dalam mengusung calon Presiden dan Wakil Presiden tetapi tetap akan terjadi konsolidasi lintas partai, sehingga hanya akan ada dua atau tiga calon yang kuat dan menonjol serta mendapat perhatian publik,” jelasnya.
Sementara calon yang lain, kata dia, mungkin sebagai pelengkap saja. Situasi ini akan mirip dengan pemilihan Presiden Amerika Serikat.
Lukman Edy menjelaskan, rekomendasi Panja ini akan diputuskan dalam Rapat Pansus di dalam forum pengambilan keputusan terhadap isu isu krusial, yang akan dilaksanakan pada tanggal 18 Mei setelah paripurna pembukaan masa sidang kelima yang akan datang.
Setelah UU Pemilu ini resmi diundangkan maka semua peserta pemilu baik partai politik maupun calon presiden dan wakil presiden sudah harus bersiap-siap masuk dalam tahapan persiapan, dan masyarakat juga harus bersiap untuk menyambut dinamika pemilu yang sudah berbeda dengan pemilu sebelumnya.
“Namun saya mengingatkan kepada semua peserta pemilu bahwa masa kampanye baru akan dimulai enam bulan sebelum tanggal 17 April 2019, atau baru akan dimulai tanggal 1 Oktober 2018. Mudah-mudahan tidak ada yang curi start, karena salah satu kesepakatan panja, sejak UU ini diundangkan nantinya, semua peserta pemilu baik partai politik maupun calon presiden dan wakil presiden dilarang kampanye di media elektronik dan media cetak kecuali dibiayai oleh KPU dan berada di masa kampanye,” jelasnya. (*)