BERITA9, JAKARTA – Maraknya kasus intoleransi antar umat beragama, antar golongan dan antar suku, disebabkan ulah para politikus yang bersemayam di gedung parlemen. Pasalnya, suara para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah tidak dipercaya lagi oleh rakyat. Demikian dikatakan cendekiawan muslim Indonesia Prof. Buya Ahmad Syafii Ma’arif, di Jakarta Sabtu (8/4).
“Selama ini sebagian politisi kita masih berpandangan sangat pragmatis, masih berkutat hanya sebatas kekuasaan dan ambisi kelompok semata, nasib rakyat tidak mereka perdulikan,” kata Buya Syafii di acara Indonesia di Persimpangan Negara Pancasila vs Negara Agama, di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat.
Buya Syafii berkata, Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, memiliki potensi terpecah belah jika pandangan para politisinya masih pragmatis. Faktanya, rakyat Indonesia masih bergumul dengan kemiskinan dan korupsi.
Keadaan semakin diperparah dengan masuknya ideologi Arabisme yang tak terkendali (misguided arabism) dan tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah dan aparat keamanan. “Jika tak cepat diantisipasi, ideologi semacam ini akan dengan cepat memecah belah kehidupan bangsa dan bernegara,” kata Buya.
Dilain pihak, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengapresiasi langkah Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berupaya menangkal ideologi yang berpotensi meningkatkan aksi intoleransi. Namun, hal itu saja dinilai tak cukup tanpa diimbangi dengan nilai-nilai Pancasila.
“Ini semua tak akan efektif kalau nilai Pancasila tak dibawa turun ke bumi. Ditambah kesenjangan yang begitu tajam,” tutur dia.
Buya Syafi’ie meminta pemerintah berkaca kepada negara-negara di Timur Tengah yang hancur akibat konflik yang tak kunjung usai. Semua itu akibat pemerintah di Timur Tengah gagal mengantisipasi tindakan intoleransi warganya.
“Kenapa negara yang sehebat dan sebesar itu, muslimnya terpecah belah? Saling menghujat? Coba Anda bayangkan Suriah, Libya, dan Mesir sudah hancur. Kita tak boleh seperti itu,” kata Buya Syafii. (red/hwi)