Nias Barat ‘Berdaya’ Ditengah Ketidakberdayaan (Bag 1)

  • Bagikan
Jalanan rusak menjadi pemandangan "biasa" menuju Kab Nias Barat (foto andang/BERITA9)

BERITA9, JAKARTA – Pesawat GarudaGA-7116 yang membawa kami dari Bandara Kualanamu, Deli Serdang mendarat mulus di Bandara Binaka, Gunungsitoli, Kepulauan Nias, kedua bandara itu berada dalam satu provinsi yakni Sumatera Utara. Dipintu keluar Bandara Binaka, kami disambut Yudi seorang kawan yang berprofesi sebagai supir taksi. Oh yah, jangan membayangkan taksi di Binaka itu modelnya seperti taksi dibanyak bandara besar.

Taksi di Nias berupa mobil minibus jenis Avanza atau Xenia (terpaksa sebut merk padahal mereka enggak pasang iklan). Soal harga, karena sudah berkawan lama, kami tidak terlalu memikirkan. Sebagai saran, bagi yang baru pertama kali menginjakkan kaki ditanah Ono Niha, sebaiknya bertanya soal tarif. Mereka para supir taksi itu sangat ramah diajak bernegoisasi.

Kami pun meluncur ke sasaran utama, Kabupaten Nias Barat yang beribu kota Lahomi. Waktu tempuh kata Yudi sekitar 3 jam dengan catatan tidak ada kendala berarti dijalan. Oke, kami pun bergerak. Keluar dari bandara, kami melewati jalan yang sangat mulus, setengah jam kemudian, kami mulai memasuki wilayah perbukitan.

Jalanan yang disekelilinginya hanya hutan belantara, kita lalui dengan aman. Belum sampai setengah perjalanan, kami mulai memasuki wilayah “rawan”. Pasalnya, jalanan rusak parah, bergelombang plus berlubang besar, harus kami lalui. Parahnya, saat itu turun hujan. Untunglah, Yudi sudah biasa melewati jalan tersebut, maklum dia merupakan putra asli Nias Barat.

Situasi Kota Lahomi Ibujkota Kabupaten Nias Barat (foto andang/BERITA9)

Sejam lebih kami menempuh perjalanan, perut kami minta diisi. Yudi yang tahu kami ini muslim, memberitahu bahwa sepanjang perjalanan menuju Nias Barat hanya ada satu rumah makan yang dikelola orang muslim. “Sepanjang rute ke Nias Barat cuman ada satu Pak Haji, nanti ada lagi di Sirombu,” kata Yudi.  Kami pun terpaksa memakan cemilan yang ada.

Setelah 1.30 jam kemudian kami pun tiba dirumah makan muslim itu. Tak terasa, nasi sepiring penuh kami lahap habis. Rasanya nikmat, terlebih lagi pemilik warung ternyata bukan orang asli Nias, tapi dari pesisir Sumatera Barat, namun sudah puluhan tahun tinggal di Nias Barat. Usai makan, Yudi mengusulkan supaya membungkus nasi sebagai bekal makan malam. “Nanti disana enggak ada makanan halal Pak Haji, kalau ke Sirombu agak jauh dari Lahomi,” usul Yudi. Karena tak terbiasa dengan nasi bungkus, saya pun menolaknya.

Sesampainya di Lahomi kami kontak ajudan Bupati Nias Barat Faduhusi Daely. Ternyata kami sudah disiapkan kamar di hotel Tokosa yang letaknya tidak jauh dari kantor Bupati. Karena kami sampai hotel sudah agak malam, sekitar pukul 20.30, kami putuskan untuk langsung istirahat, kebetulan janji bertemu orang nomor satu di Kabupaten Nias Barat itu dilangsungkan keesokan harinya.

Usai bebersih dan menunaikan shalat Maghrib dan Isya yang terpaksa kami jamak, iseng-iseng kami mau mencari makanan cemilan. Saat turun kelantai dasar…. Duaaarrr kami kaget luar biasa, ternyata dihotel tidak ada makanan halal buat kami, padahal saat itu perut sudah mulai teriak-teriak lagi. Duh… nyesel enggak nurutin idenya Yudi. Ya sudah, cemilan seperti roti dan biskuit yang masih tersisa, kami sikat habis.

bersambung…..

  • Bagikan