BERITA9, JAKARTA – Kelapa adalah pohon kehidupan yang mempunyai banyak produk turunannya dan merupakan salah satu komoditas strategis, terutama untuk ekspor ke pasar negara tetangga atau negara maju seperti Amerika, Eropa dan timur tengah. Namun, di sisi lain, ekspor kelapa menghadapi tantangan karena adanya wacana pelarangan ekspor yang di motori oleh HIPKI selain itu produksinya stagnan bahkan bisa jadi menurun.
Kelapa merupakan komoditas yang terbengkalai kurang lebih 30 tahun tidak pernah diperhatikan oleh pemerintah dan sangat kurang perkembangannya dikarenakan harga jualnya murah, petani banyak beralih ke tanaman lain baru sekitar dua tahun belakangan ini harga membaik dengan adanya ekspor masuk lansung ke petani membeli buah kelapa dimana selama ini industri yang ada disekitar petani tidak pernah membeli harga kelapa petani dengan pantas. Karena industri selalu berpatokan dengan harga CNO Rotterdam yang notabene patokan harga kopra hanya satu prodak. Padahal industri nasional sudah memproduksi banyak prodak diataranya : Santan Kemasan, air kelapa, minyak sayur, VCO,coco peat, tepung kelapa kering (dessicated coconut), arang Tempurung (batok Kelapa) bungkil dll. seharusnya industri membeli kelapa petani yang sesuai.
Oleh karena itu, Perpekindo tidak setuju adanya larangan ekspor karena akan merugikan petani kelapa yang akan berpengaruh masalah harga jual. Kecuali kalau Industri Kecil Menengan (IKM) tumbuh di sekitar petani Perpekindo akan jadi garda terdepan menyuarakan pelarangan ekspor.
Sementara itu industri mengklaim kekurangan bahan baku menurut hemat kami kalau industri mau membeli harga sesuai kelapa petani tidak akan kekurangan bahan baku, produksi kelapa secara nasional 14.295 juta ton (sumber : Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kelapa 2014-2016) buah kelapa melimpah tetapi selama ini selalu dihargai kelapa petani dengan murah padahal industri mampu membeli sesuai dengan pembelian eksportir
Cuma industri dalam negeri sudah terbiasa meraup keuntungan besar jadi tidak mau mengangkat harga. Begitu petani beramai ramai menjual kelapanya kepada eksportir baru kelabakan karena petani yang memasok ke indusrti mereka tidak mencukupi produksinya. Agar mereka bisa kembali membeli kelapa petani dengan murah pihak industri membuat strategi melalui organisasi HIPKI mendesak pemerintah mengeluarkan regulasi pelarangan ekspor kelapa bulat.
Industri kelapa selama ini terbukti tidak mampu meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sebagai contoh industri yang ada di kabupaten Indragiri Hilir (INHIL) Riau PT. Pulau Sambu membutuhkan buah kelapa 1 Juta Butir /hari, PT. Pulau Sambu Pulau Kuala Enok 300 Ton Kopra atau 1,5 Juta Butir/hari, PT. Riau Sakti United Plantation Pulau Burung 1 juta butir/ hari, PT. Coconako Indonesia Tembilahan Ulu 200 butir/hari, PT. Inhil Sarimas Kelapa Kempas (Sungai Sejuk) 300 ribu butir/hari, jumlah kebutuhan bahan baku 5 industri 1.440.000.000 butir/tahun sementara hasil produksi 4.681.090.080 butir / tahun dengan luas kebun kelapa 325.075,7 Ha. (sumber: Dinas Perkebunan INHIL ) jadi ada 3.241.090.080 butir kelapa yang tidak dapat diserap oleh industry yang ada di kabupaten INHIL, dampak dari semua itu akhirnya pabrik membeli kelapa petani
dengan murah dan petani mau tidak mau akhirnyanya pentani terpaksa menjual kelapanya dengan murah, hal ini terjadi selama lebih kurang 30 tahun akhirnya banyak petani yang tidak mampu lagi memelihara dan mempertahankan kebun mereka karena butuh biaya pemeliharaan yang tinggi seperti tanggul penahan air, akibatnya lebih dari 100.000 Ha kebun kelapa di kabupaten INHIL yang rusak akibat tenggelamnya kebun kelapa tersebut dan hal ini membuktikan bahwa Perusahan Industri kelapa kita tidak mampu mensejahterakan petani, belum lagi didaerah lain diseluruh indonesia.
Dampak lain dari murahnya pembelian industri nasional kita adalah ketidak mampuan petani kelapa untuk meremajakan kelapanya dan pengembangan kebun kelapa nasional tidak berkembang dan bahkan menurun karena gairah dan daya tarik untuk investasi pada perkebunan kelapa tidak menarik bagi investor. Karena itu semua maka PERPEKINDO bersikap dan menegaskan :
- Tidak menyetujui akan adanya Pelarangan Eksport kelapa bulat karena semenjak adanya eksport kelapa bulat lebih kurang 2 tahun terakhir ini harga kelapa membaik dan cukup menggairahkan bagi petani kelapa sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sendiri dan secara perlahan petani mulai merawat dan meremajakan kembali kebun-kebun mereka dan penanaman kelapa baru mulai bermunculan disetiap daerah.
- Memohon kepada pemerintah untuk mentertibkan eksport kelapa ilegal yang melalui kapal-kapal laut yang banyak terdapat wilayah perbatasan dan warga Negara asing (WNA) yang berbisnis kelapa dan arang di wilayah indonesia tanpa mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku di Indonesia sehingga semua bisa berjalan secara tertib dan terdata dengan baik sehingga semua pihak tidak ada yang dirugikan.
- Pemerintah juga harus mempertimbangkan 5 juta petani kelapa, Jika 1 orang petani mempunyai 4 orang anggotakeluarga berarti ada 20 juta orang akan dimiskinkan belum lagi para pekerja dan pedagang dibidang kelapa yang jumlahnya tidak sedikit. Dampak lain dari murahnya kelapa adalahdi kabupaten INHIL adalah tingkat kriminalitas tinggi, banyak yang terkena gizi buruk, banyak yang putus sekolah, dan banyak yang bermigrasi ke Negara tetangga menjadi TKI Ilegal dll. Sekarang tingkat kriminalitas menurun drastis, gizi buruk di tahun 2016 hanya 2 0rang yang ditemukan oleh pemkab INHIL. Jika harga kelapa seperti sekarang dan terus membaik maka kami berkeyakinan dalam jangka 10 tahun yang akan datang perkebunan kelapa di Indonesia akan terus meningkat karena petani dengan sendirinya akan meremajakan kelapanya dan peningkanan produksifitas dan luasan kebu nkelapa akan terus berjalan.
- Memohon kepada pemerintah agar mendorong dan membantu terciptanya industri-industri pengolahan kelapa terpadu yang bersekala kecil dan menengah di daerah-daerah central kelapa sehingga dapat menambah nilai jual kelapa petani yang diharapkan beberapa tahun akan datang indonesia tidak lagi mengeksport kelapa bulat tapi telah mengekport produk kelapa sesuai kebutuhan pasar Internasional.
Akhirnya PERPEKINDO memohon agar pemerintah mempertimbangkan sekali lagi untuk tidak menerbitkan larangan eksport kelapa bulat yang akan berdampak matinya Perkelapaan Nasional dan keterpurukan ekonomi bagi petani kelapa Indonesia.
PERPEKINDO
Ketua (ditandatangi) Muhaemin Tallo