BERITA9, MEDAN – Menggantungnya status hukum kasus dugaan korupsi atas double proyek pembangunan Pematangan Lahan Kantor Bupati Nias, DPRD Nias dan Jalan Menuju Lokasi Kecamatan Gunungsitoli Selatan sebesar Rp 4,3 milyar yang melibatkan mantan Kepala Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kabupaten Nias Lakhomizaro Zebua, disoroti tajam oleh para pimpinan dan anggota Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Utara.
“Saya minta Kapolda Sumut segera jelaskan statusnya, dilanjut atau diberhentikan, biar jelas, jangan digantung-gantung kayak begini. Ini sama saja tidak ada kepastian hukum, itu kasus sudah 8 tahun, masa sampai sekarang nggak jelas juga statusnya, ada apa ini,?” ungkap anggota Komisi A Fanotona Waruwu saat berbincang dengan BERITA9 di Kepulauan Nias, Selasa (31/1).
Ketidakjelasan sikap Polda Sumut itu dinilai merugikan Polri secara kelembagaan, pasalnya, Polri sebagai institusi penegak hukum malahan bertindak mengabaikan kepastian hukum itu sendiri. “Kalau salah katakan salah, kalau tidak keluarkan SP3, selesai,” ungkap Fanotona.
Legislator asal Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) itu juga berkata, terlalu lamanya Polda Sumut bersikap dikhawatirkan kasus itu dijadikan bahan barganing oleh kelompok-kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan, baik secara materi maupun non materi.
Bisa jadi, kata Fanotona, kasus itu juga dijadikan ajungan tunai mandiri (ATM) oleh oknum-oknum aparat hukum yang tidak bertanggung jawab. “Yang paling parah, Polda Sumut dianggap tidak profesional dan kampungan dalam menangani kasus itu,” ucap Fanotona kesal.
Sementara itu, dihubungi terpisah, Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal Pol Dr H Rycko Amelza Dahniel berjanji akan menanyakan ke anak buahnya atas kasus yang diungkap anggota Dewan. “Nanti saya pelajari dulu, saya lihat dulu, kalau sudah jelas, baru saya bicara,” ujar Irjen Rycko di Mapolda Sumut, Kamis (2/2).
Projek Double dan Mendompleng
Kasus dugaan korupsi ini terjadi ketika Lakhömizaro saat itu masih menjabat Kepala Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Kabupaten Nias dengan membuat pekerjaan double yang mendompleng projek dari Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias berupa pekerjaan Pematangan Lahan Kantor Bupati Nias, DPRD Nias dan Jalan Menuju Lokasi Kecamatan Gunungsitoli Selatan sebesar Rp 4,3 milyar. Sebagai pemenang proyek adalah PT Untario Metalindo. Projek terjadi pada bulan Desember 2006.
Lantaran sudah selesai, PT Untario Metalindo selaku pemenang lelang tinggal mengerjakan salah satu item kegiatan bernilai Rp436 juta lebih, yakni pekerjaan tembok penahan, yang berasal dari addendum item kegiatan Pematangan Lahan Kantor Bupati Nias.
Selesainya projek itu ternyata diduga dimanfaatkan oleh oknum-oknum Dinas Kimpraswil Kabupaten Nias untuk membuat projek yang sama dengan maksud untuk menggerogoti uang negara.
Dari dokumen yang didapat, sekitar bulan April 2007, Lakhömizaro membuat anggaran serupa yang pernah dibuat oleh BRR Aceh-Nias yaitu pekerjaan Pemantapan Lahan Kantor Bupati Nias, DPRD Nias, dan Jalan Menuju Lokasi, yang sudah pernah dan selesai dikerjakan pada tahun 2006 oleh BRR.
Projek itu dijadikan mata anggaran kegiatan Dinas Kimpraswil dipimpin Lhakomizaro yang dimasukkan dalam APBD Kabupaten Nias Tahun Anggaran 2007, dengan nilai Rp2,2 miliar. Pemenang projek masih PT Untario Metalindo (eks-rekanan BRR) pun ikut diundang untuk mengikuti lelang penunjukan langsung.
Setelah melalui beberapa tahapan proses formil, pada bulan Juli 2007, PT Untario Metalindo dinyatakan sebagai pemenang proyek tersebut dengan harga Rp2,199 miliar.
Lakhömizaro diduga telah menyalahgunakan jabatan dan wewenangnya serta melakukan perbuatan melawan hukum menguntungkan/memperkaya diri sendiri, orang lain, atau perusahaan, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp2,199 milyar dan harus segera ditahan karena dikhawatirkan melarikan diri atau dapat mempengaruhi saksi-saksi. (red/hwi)