BERITA9, PALESTINA – Presiden Palestina Mahmoud Abbas secara tegas menolak bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebelum Washington mengubah sikap soal Yerusalem yang diakui sebagai Ibu Kota Israel. Semestinya, Abbas dan Trump dijadwalkan menghadiri Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, pekan ini.
“Saya pikir tidak ada kemungkinan Presiden Abbas akan bertemu empat mata dengan Trump di sela-sela rapat Majelis Umum PBB kecuali ada beberapa perubahan dari kebijakan AS,” kata Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair Al Shun, kepada wartawan di kantornya di Jakarta, Senin (24/9/2018).
Dalam sidang umum PBB itu, keduanya dijadwalkan menberikan pidato.Trump dijadwalkan akan menyampaikan pidatonya Senin pagi waktu New York. Sementara Abbas akan menyampaikan pernyataannya pada Kamis (27/9/2018) pagi.
Isu Palestina dipastikan menjadi salah satu masalah yang paling disorot dalam rapat Majelis Umum PBB tahun ini. Sebab, sejak akhir Desember lalu konflik Israel-Palestina kian memanas. Terutama setelah Trump memutuskan untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel yang menjadi sekutu AS di Timur Tengah.
Padahal, kota suci bagi tiga agama itu, merupakan sumber konflik Israel-Palestina selama ini. Pasalnya, Israel dan Palestina sama-sama mengakui Yerusalem sebagai ibu kota masa depan negaranya. Trump juga memutuskan memotong dana bantuan bagi Palestina. AS juga menutup satu-satunya kantor perwakilan Palestina di Washington DC.
Sejak itu, Abbas memutuskan tak lagi berhubungan dengan Gedung Putih. Otoritas Palestina menilai AS bersikap berat sebelah dengan berpihak sepenuhnya terhadap Israel.
Pada Februari lalu, Abbas menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk menggelar konferensi internasional guna mendiskusikan kembali proses perdamaian di bawah mediator baru. Abbas juga berencana menggelar rapat bersama perwakilan negara Timur Tengah di sela sidang Majelis Umum PBB guna mendiskusikan prospek perdamaian di kawasan.
“Kami menunggu pidato Presiden Abbas yang pasti berdasarkan prinsip kami selama ini dan tuntutan kami untuk mengakhiri penjajahan terhadap kami selama ini,” kata Al Shun.
Meski begitu, sejauh ini belum ada kabar bahwa Majelis Umum akan mengadopsi sebuah resolusi guna menyelesaikan ketegangan di Palestina. Mereka juga meminta komunitas internasional untuk mengakui keberadaan mereka sebagai negara.
“Kami memohon kepada seluruh komunitas internasional agar mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Kami membutuhkan dukungan dan solidaritas dari komunitas internasional agar kami, bangsa Palestina, bisa meraih keadilan dan tujuan kami.” (*)