BERITA9, JAKARTA – Ketua DPRD Nias Barat, Nitema Gulo membantah dirinya terlibat dalam proses pengaturan anggaran di lembaga yang ia pimpin. Sistem keuangan semuanya diatur sepenuhnya ke Sekretaris Dewan (Sekwan) sebagai kuasa pengguna anggaran. “Saya tidak tahu apa-apa semua menjadi wewenang saudara Sekwan,” ungkap Nitema dalam pembicaraan dengan BERITA9 lewat sambungan telepon hari ini Selasa (7/2).
Terkait tudingan ia bekerjasama dengan Sekwan karena menggunakan uang negara tanpa prosedur, Nitema membantahnya mentah-mentah. Baginya, tudingan itu salah alamat karena sebagai Ketua Dewan ia tidak memiliki kekuasaan mengatur anggaran. “Tupoksinya berbeda, anggaran itu urusan Sekwan, kalau pembahasan dan pengesahan itu baru saya yang bertanggungjawab untuk lakukan paripurna pengesahan,” tandasnya.
(Baca juga : Tak Punya Kode Etik Dewan, Mendagri Segera Tegur DPRD Nias Barat)
Nitema berkata, ia pernah memanggil Ketua BPPD (Badan Pembentukan Peraturan Daerah) Evolut Zebua menanyakan kenapa tidak pernah ada rapat anggota. Jawaban yang di dapat dari Evolut, kata Nitema, para anggota BPPD susah sekali diajak rapat karena kesibukan diluar kantor. “Itu yang menyebabkan terhambatnya pembahasan Raperda, susah sekali ngajak anggota rapat,” ujarnya.
Kesulitan mengajak itu, mungkin karena power sebagai Ketua tidak kuat sebab dalam aturan, Ketua itu hanya sebagai koordinator bukan atasan yang setiap perintahnya wajib dituruti. “Dan itu yang terjadi diseluruh Indonesia, tidak hanya di Nias Barat,” ungkap Nitema.
Untuk itu, Nitema sekarang mendorong kepada Sekwan DPRD Kabupaten Nias Barat Yaredi Gulo untuk menjelaskan secara transparan atas tudingan berbagai pihak terkait penggunaan anggaran negara yang sedang heboh ini. “Saya saya kira Saudara Sekwan sangat bisa menjelaskan hal tersebut,” ujarnya.
Kode Etik Belum Dibahas
Menyangkut masalah belum ditetapkannya kode etik anggota DPRD, Nitema menjelaskan, sejak awal tahun 2015 ia telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang membahas Kode Etik dan Tata Beracara Dewan, namun ketika pelaporan hasil kerja oleh Ketua Pansus, dalam forum paripurna untuk ditetapkan, sidang tidak pernah qourum. Kejadian itu tidak hanya sekali, tetapi sampai tiga kali diundang teman-teman anggota DPRD hasilnya tetap sama, tidak pernah qourum.
Hingga akhir tahun 2016 lalu, kembali Nitema mengaku telah mendesak para anggota Dewan untuk segera menetapkan kode etik, namun tidak pernah mendapat respon baik dari anggota. “Hanya fraksi Demokrat dan satu orang dari fraksi Gerindra yang konsisten datang, tentu tidak bisa ditetapkan sebagai aturan yang mengikat kalau hanya satu fraksi,” ujarnya.
Dilain waktu, Badan Musyawarah atau Bamus kembali menjadwal ulang sidang paripurna, namun persidangan hasilnya tetap tidak qourum. Atas semua kejadian itu, Nitema menyadari posisinya sebagai Ketua DPRD dapat menjadi sasaran tembak paling empuk untuk disalahkan.
“Sayalah yang paling mudah disalahkan karena kode etik itu belum ada. Padahal saya sangat getol mengingatkan kepada anggota untuk segera menetapkan kode etik itu,”katanya.
Nitema berkata, diawal tahun 2017 ini, ia telah masukkan lagi pembahasan Kode Etik dan Tata Beracara Dewan dalam rencana kerja Dewan agar bisa segera ditetapkan. (red/hwi/bhm)
Tq penjelasan ini pak Nitema. Sy harap bapak tetap semangat. Saya menghargai penjelasan bapak.
Saya melihat bahwa kebiasaan buruk yg dibangun oleh anggota DPRD NB, yg tdk mau rapat atau sidang, menjadi pembelajaran bagi masyarakat dalam menentukan pilihan pada waktu PILEG N PILKADA juga. Pilihan masyarakat pada periode ini adalah pilihan yg SALAH krn org2 yg dipilih itu tdk mau menjalankan tugasnya sbg pelayan masyarakat.
Nias Barat tetap semangat.