Calon Legislatif Harus Cerdas

  • Bagikan
Mantan Bupati Nias Barat, Adrianus Aroziduhu Gulo (foto dok BERITA9)

Sangat sulit merumuskan kebijakan pembangunan pro rakyat, jika anggota legislatif tidak cerdas, tidak berpengalaman, kurang wawasan, dalam bidang kemasyarakatan dan pemerintahan.

Penulis : Adrianus Aroziduhu Gulo – Mantan Bupati Nias Barat

Pada umumnya para pakar, pengamat, tokoh mengharapkan masyarakat yang punya hak suara menjatuhkan pilihannya pada pemilihan umum lagislatif tahun 2019 kepada caleg yang “cerdas”.

Hal ini penting, jika mereka sudah duduk di kursi terhormat tidak ragu-ragu memikirkan, memperjuangkan, membahas dan memutuskan kepentingan masyarakat banyak, terutama masyarakat yang masih di bawah garis kemiskinan dan berpotensi miskin.

Sangat sulit merumuskan kebijakan pembangunan pro rakyat, jika anggota legislatif tidak cerdas, tidak berpengalaman, kurang wawasan, dalam bidang kemasyarakatan dan pemerintahan. Mengapa? Mereka pikir bahwa keberhasilan suatu daerah karena banyak pembangunan fisik. Kurang difahami bahwa pembangunan suatu daerah perlu memperhatikan secara seimbang aspek lain sepeti ipolek sosbud hankam, pendidikan karakter, etika dan moral.

Dikira untuk mengatasi kemiskinan, keterbelangan dapat dengan cara pemberian bantuan gratis, seperti gratis uang sekolah, beras raskin, garatis pupuk, tidak dipungut uang komite. Padahal cara diatas bila tidak dikelola secara benar dan tepat sasaran, dapat menciptakan ketergantungan, tidak kreatif, malas. Akhirnya bantuan gratis seperti sejenis obat penawar sementara yang hanya menghilangkan rasa sakit, akan tetapi tidak menyembuhkan penyakit.

Pimpinan partai politik pada masing-masing tingkat, punya andil besar dalam menentukan caleg yang cerdas. Namun kenyataan pimpinan parpol lebih mengedepankan popularitas dan yang punya modal, sedangkan kecerdasan dan integritas sering dikesampingkan.

Akhirnya, setelah duduk dikursi terhormat hanya mendalkan hak, dan fungsi sebagai legislatif. Sementara tugas dan kewajiban mereka kaburkan. Lebih parah lagi, selain kecerdasan intelektual, juga, kecerdasan emosional dan kecerdasan spritual tidak dijadikan syarat utama.

Tergiur Kebendaan

Pengalaman bergaul dan bekerja bersama dengan anggota DPRD pada saat RPD, pembahasan Ranperda atau kegiatan yang lain sangat beliku-liku. Awalnya saat mereka menyampaikan pendapat atau mengusulkan aspirasinya sangat ramah. Akan tetapi setelah ditanggapi dengan memberi argumentasi berdasarkan hukum, peraturan mereka berubah sikap, malah marah.

Mereka menuduh pemerintah “terlalu kaku, mengutamakan hukum daripada kepentingan rakyat. Hukum dibuat untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk membuat rakyat sengsara. Inilah sebabnya mengapa kita tidak maju-maju,” tandas mereka. Pintar juga ya! Pandai beretorika, hahaha…. Namun kalau boleh penulis menilai, (ada beberapa-red) anggota dewan seperti itu, kecerdasan intelektual (IQ) sangat terbatas, karena ia tidak menggunakan ilmu lain untuk mendukung idenya.

Kemudian dalam pembahasan anggaran terjadi dialog yang panas dan saling beragumentasi. Hal itu wajar. Yang tidak wajar adalah apabila terjadi perbedaan pendapat langsung marah dan megeluarkan kata-kata kasar dan mengusir pimpinan OPD beserta staf dari ruang rapat DPRD.

Apakah bapak terhormat tidak punya vokabulari dan tegang rasa? Apakah tidak memahami nilai mitra kerja? Apakah eksekutif bawahan legislatif? Bukan. Sekitar tahun 2008 penulis pernah diusir dari ruang rapat oleh seorang anggota dewan. Saat itu penulis diam saja, karena saya anggap anggota dewan tersebut bersikap kekanak-kanakan, tidak dewasa serta tidak memiliki kecerdasan emosional (EQ).

Istilah “saling mengerti, uang terima kasih” dalam interaksi eksekutif dengan legislatif sudah menjadi rahasia umum. Ada yang terang-terangan, ada yang sembunyi-sembunyi dan ada juga yang tidak mau. Bagi eksekutif yang merespon, pembahasan, persetujuan bersama APBD/ PAPBD cepat dan tepat waktu, sedangkan eksekutif yang tidak merespon, akibatnya pembahasan persetujuan bersama dan penetapan APBD terlambat.

Sering akhir Desember malah bisa pertengahan Januari tahun berikutnya. Penetapan PAPBD juga sering terlambat pada pertengahan Desember. Bagaimana selesai proyek dengan waktu yang terbatas? Penulis semasa menjabat pernah mengalami keterlambatan penetapan APBD. Contoh APBD Tahun 2014 baru ada pesetujuan dewan pertengahan bulan Janauari 2014, seharusnya dan sesuai peraturan APBD Tahun 2014 tersebut sudah ditetapkan pada bulan Oktober tahun 2013.( Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 104 ayat 1 dn 2 )

Mengapa ada istilah saling mengerti dan uang terima kasih. Apakah gaji, uang tunjangan atau fasilitas yang didapat dewan dari uang rakyat kurang? Bukan. Gaji, uang tunjangan dan fasilitas yang didapat dewan sesuai Peraturan Pereintah Nomor 18 Tahun 2017 cukup besar. Misalnya, untuk Kabupaten atau kota kategori rendah penghasilan seorang dewan tiap bulan kurang lebih sebesar Rp.36 juta. Apa uang sebesar itu kurang? Bisa saja kurang karena tergiur kebendaan, serakah, tamak, rakus dan hidup hedoisme. Sifat-sifat inilah menunjukkan bahwa anggota dewan tersebut tidak punya kecerdasan spritual (SQ).

Idealnya seorang dewan harus memiliki tiga kecerdasan yaitu : Pertama, kecerdasan intelektual (IQ) agar dalam pembahasan Ranperda atau tugas-tugas lain pemerintahan cepat tanggap,terarah,terukur dan mengikuti perkembangan iptek yang bermuara pada kepentingan rakyat. Kedua, kecerdasan emosional (EQ) agar dalam rapat dengan pemerintah, masyarakat menggunakan kata-kata sopan, menjaga perasaan orang lain, santun, sopan, saling menghargai, tenggang rasa, tidak marah, tidak memaki.

Selanjutnya tidak memaksa kehendak dan meletakkan kepentingan umum di atas kepentingan golongan maupun pribadi. Ketiga, kecerdasan spritual (SQ) agar dewan satu dengan yang lain saling mengingatkan supaya yang bukan haknya jangan diterima. Jangan urusi proyek, jangan meminta dan menerima fee alias suap dari siapapun.

Kena Tipu?

Pasca perhitungan suara legislatif tahun 2014 seorang caleg gagal bertemu dengan saya seraya bercerita, “Pak AAG, saya ditipu oleh A penduduk desa G. Ia jamin pada saya bahwa di desanya ia mampu mengumpulkan suara untuk saya sebanyak 300 suara, dengan imbalan uang transpor Rp. 100 ribu tiap orang, total dibayar Rp. 30 juta. Uang sebesar itu saya bayar tunai 4 hari sebelum hari H. Ternyata di desanya saya hanya dapat 30 suara. Berarti satu juta tiap orang saya bayar. Sekarang orangnya sudah lari keluar daerah. Kalau tidak saya lapor polisi sebagai penipu. Benar-benar penipu orang ini pak AAG,” ujarnya dengan raut muka yang sedih.

Sebagai teman saya menanggapi dengan hati-hati, “Wah, terlalu orang itu, tidak punya hati, tidak punya perasaan. Kedepan hati-hati pak, saat pileg banyak orang yang merapat, pura-pura baik, pura-pura menolong, pura-pura teman, padahal dalam hati mereka berusaha bagaimana caranya uang yang ada di kantong bapak, pindah ke kantongnya. Saran saya, jangan terburu- buru lapor polisi, bapak akan repot,” kata saya tempo hari.

Hemat penulis, tindakan caleg gagal tersebut menunjukan bahwa ia tidak punya IQ, karena ia tidak punya kemampuan untuk menyeleksi orang menjadi timnya, ia gampang ditipu. Ia juga tidak punya kecerdasan spritual, karena tergoda dengan cara yang bertentangan dengan hukum dan moral serta agama.

Ia memberi ruang atau sekurang-kurang memberi peluang kepada sesorang untuk melakukan kejahatan dan atau melakukan penyuapan agar orang lain memilihnya. Penulis dengar bukan hanya A yang menipunya, melainkan ada beberapa orang. Berapa? Hanya dia yang merasakan dan mengetahui. Mudah-mudahan bukan uang pinjaman dari rentenir.

Untuk itu kepada para caleg dihimbau cerdaslah dan jangan mau ditipu. Berjuang maksimal berdasarkan hukum, norma, etika,moral dan agama. Jangan mau melakukan money politik, tetapi kost politik wajib.

Menang puji Tuhan, kalah juga puji Tuhan, karena Tuhan punya rencana lain. Ada teman saya caleg Provinsi Sumut 2009-2014 ia gagal karena tidak banyak suara. Ia cerita begini: Pak AAG, sekarang saya bersyukur tidak menang pada pileg provinsi Sumut periode 2009-2014, jika saya menang kemungkinan besar saya sudah tersangka, sebab semua teman-teman se-partai sudah ditetapkan tersangka oleh KPK. Cerdas,cerdas dan cerdas membebaskan diri dari bahaya. (*)

  • Bagikan