AA Gulo : Mencederai Demokrasi

  • Bagikan

Penegakkan hukum yang dilakukan oleh Panwas Nias Barat pada pilgub bulan Juni 2018, perlu ditiru oleh Panwas di wilayah Sumatera Utara, agar keberadaan Panwas semakin dirasakan oleh masyarakat terutama pihak-pihak yang dirugikan dalam pilkada.

Penulis : Adrianus Aroziduhu Gulo – Mantan Bupati Nias Barat

Abraham Lincoln mengatakan bahwa demokrasi adalah: “Pemerintahan dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat,” Menurutnya, sistem pemerintahan yang demokratis tidak akan terhapus dari muka bumi. Dengan kata lain inilah sistem pemerintahan yang terbaik bagi masyarakat manusia dimanapun dia berada. Akan tetapi menurut beberapa pakar, demokrasi bukanlah sihir dan sulap. Sekali bicara adakadabra, lalu ada, lalu jadi. Tidak seperti itu. Demokrasi adalah sebuah proses yang membutuhkan komitmen bersama, konsistensi dan kesungguhan untuk membangun demokrasi dalam sebuah pemerintahan. Demokrasi sebagai sebuah proses membutuhkan acuan,norma dan nilai yang perlu ditaati bersama. Apabila tidak, maka demokrasi menjadi democrazy.

Salah satu bentuk membangun demokrasi yaitu dengan melakukan pergantian kepemimpinan pada setiap tingkat secara transpran,jujur dan adil. Pergantian yang demokrasi hanya bisa berhasil secara maksimal melalui pemilihan umum.

Di Indonesia pemilihan Presiden-Wakil Presiden secara langsung mulai tahun 2004, pemilihan kepala daerah mulai tahun 2006 dan pemilihan kepala desa telah dilaksanakan saat penjajahan belanda. Walaupun Pilkades mulai diatur secara formal dalam Undang- Undang nomor 5 Tahun 1979, tetang Pemerintahan Desa.

Terakhir pada bulan juni 2018 telah terlaksana 171 pilkada di seluruh indonesia yang merupakan pilkada tahap III. Patut bersyukur pilkada tahap III secara umum berlajan dengan lancar dan para kada terpilih telah ditetapkan KPU pada masing-masing tingkat dan beberapa sudah dilantik oleh Presiden atau Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden . Harus juga diakui bahwa disana-sini masih ada pelanggaran yang dilakukan oleh oknum masyarakat maupun oknum ASN yang tidak bertanggungjawab yang dapat mencederai demokrasi. Namun, dengan sigapnya aparat pengawas pilkada pelanggaran-pelanggaran tersebut telah diminimalisir dan memprosesnya secara hukum.

Tidak Sepantasnya Dilakukan

Kendatipun Pilkada Gubernur-Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Utara dan beberapa pilkada di Kabupaten/kota di wilayah Provinsi Sumatera Utara telah selesai, namun di beberapa tempat telah terjadi pelanggaran yang dapat mencederai demokrasi. Tindakan tidak terpuji ini dilakukan oleh beberapa orang yang ambisi untuk menang atau yang ia dukung menang. Sehingga mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang melawan hukum, seperti,

Pertama, Rohana Hutasoit, petugas KPPS Kecamatan Siborong-borong diduga membuka kotak suara pilkada Taput yang sudah disegel. Saat ditanyan di sidang pengadilan ia mengaku disuruh oleh seseorang dan Leonard Napitupulu diduga mencuri surat suara di TPS 9. Saat ditanya di persidangan ia mengaku bahwa disuruh oleh salah satu pasangan calon (dapat dibaca selengkapnya pada harian SIB, kamis tanggal 26 Juli 2018 dengan judul “Dituntut Dua Tahun Penjara Terduga Pembuka Kotak Suara pilkada Taput Menangis halaman 1 dan 13).

Kedua, FG diduga melanggar pasal 178 B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (dapat dibaca selengkapnya pada harian SIB, kamis tanggal 19 Juli 2018 dengan Judul ‘Kasus Nyeblos Dua Kali, Kejari Gunungsitoli Tahan Oknum Kabag Hukum Nias Barat, halaman” 7).

Dari kedua contoh pelanggaran pemilukada di atas, menunjukan bahwa masih ada sebagian orang yang belum memahami esensi demokrasi yang diwujudkan dalam pemilu Kada. Masih ada sekelompok orang yang memaksakan kehendak agar “jagonya”menang.

Masih ada sebagian ornang yang belum memerima kenyataan bahwa yang menentukan “menang atau kalah” dalam pesta demokrasi adalah rakyat. Tentu, rakyat yang dimaksud disini ialah rakyat yang mandiri, rakyat yang dewasa, rakyat berdaulat, rakyat yang tidak menggadaikan kedaulatannya, rakyat yang tidak menjual suaranya, rakyat yang tidak mendasari pilihannya berdasarkan sara dan material.

Tindakan tidak terpuji dari oknum tersebut di atas, memancing pembaca bertanya antara lain, mengapa personil KPPS yang sudah disumpah melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum? Apakah ia tidak takut lagi pada Tuhan sehingga melanggar sumpah? Apakah sumpah bisa dipermainkan? Apakah sumpah bisa dilanggar demi kemenangan teman atau dengan materi?

Kemudian FG Kabag Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Nias Barat( sudah diganti dengan A. Hulu yang semestinya “lebih” memahami dan mengetahui hukum daripada yang lain. Bertugas sebagai penasehat bupati dalam bidang hukum, pengacara Bupati dan Pemda Nias Barat di pengadilan maupun di luar pengadilan. Mengapa bertindak serendah itu dengan nyeblos dua kali saat Pilgubsu? Apa yang diharapkan? Jabatan? Atau ada yang menyuruh? Mengapa mau menjadi tumbal atau ingin jadi pahlawan kesiangan? Dimana dulu kuliahnya? FG yang masih berstatus ASN, selain melanggar UU Nomor 10 Tahun 2016, ia juga melanggar UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negera, pasal 2 huruf f dan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pasal 4 ayat 15 huruf a,b,c dan d.

Non job & di Pidana Penjara

Pasti membaca tidak habis pikir, masa seorang sarjana hukum melakukan akrobat yang merusak nama baiknya, isteri dan anak-anaknya. Kasihan isteri dan anak-anaknya. Apalagi setelah kejadian yang memalukan tersebut FG dinonjobkan oleh bupati Nias Barat. Tindakan bupati Nias Barat tersebut cukup berdasar.

Jka dihubungkan dengan Putusan Pengadilan Negeri Gunungsitoli Nomor :133/Pid.Sus/2018/PN Gst, dengan isi putusan sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa Fauduaro Gulo alias Ama Wini terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memberikan suaranya lebih dari satu kali di satu atau lebih TPS, sebagaimana dalam dakwaan tunggal; 2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama satu tahun dan denda Rp.40 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan. Majelis hakim juga menetapkan pidana penjara tersebut tidak usah dijalani kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 2 tahun berakhir. Atas putusan Pengadilan Negeri Gunungsitoli tersebut, Jaksa Penuntut Umum menyatakan banding.

Apa yang dilakukan FG ini dalam pepatah nias disebut Simondi you Zaniko artinya orang yang mandi di sungai dan berada dibelakang orang yang sedang pembersihkan usus hewan, karena aliran sungai orang yang mandi tesebut kena kotoran hewan tersebut, tetapi tidak dapat bagian dari usus hewan tersebut) Sebutan yang cocok diberikan kepada FG adalah gegabah.

Patut memberi applause dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Panwas Kabupaten Nias Barat yang telah bekerja keras memproses pelanggaran pilgubsu di wilayah Nias Barat, dengan menyerahkan FG kepada Kejaksaan Negeri Gunungsitoli. Tindakan tegas, tepat dan cepat dari Panwas Kabupaten Nias Barat, membuat masyarakat semakin percaya atas penegakkan hukum, dimana sebelum ini pada pelaksaan pilkkada Nias 2006 dan Pilkada di kepuluan Nias tahun 2011, 2015, ada beberapa ASN yang ikut kampanye, malah ada seorang profesor yang semestinya memberi contoh, justru bersikap sebaliknya. Sangat disayangkan Panwas saat itu tidak memproses secara hukum. Sehingga ASN tersebut sampai sekarang merasa bangga atas kesalahannya. Malah diantara mereka dapat jabatan yang strategis dan basah, karena yang mereka dukung menang.

Penegakkan hukum yang dilakukan oleh Panwas Nias Barat pada pilgub bulan Juni 2018, perlu ditiru oleh Panwas di wilayah Sumatera Utara, agar keberadaan Panwas semakin dirasakan oleh masyarakat terutama pihak-pihak yang dirugikan dalam pilkada. Hal ini sangat penting agar kualitas pilkada semakin baik dan pimpinan daerah yang terpilih punya integritas.

Apalagi pada pileg dan pilpres 2019, kemungkinan banyak pelanggaran yang akan terjadi. Untuk itu, diasakan kepada Panwas yang statusnya telah mejadi badan sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pasal 92 ayat (13) menyatakan, Masa jabatan keanggotaan Bawaslu,Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota adalah selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan pada tingkat yang sama, semakin meningkatkan pengawsasan agar pileg dan pilpres berkualitas

Menurut penulis pada pileg dan pilpres tahun 2019 pelanggaran sulit dihindari, karena banyak kepentingn. Untuk itu, Bawaslu di masih-masih tingkat perlu meningkatkan profesionalisme dan integritas. Jadadilah pengawas yang adil di wilayah masing-masing sesuai tingkatnya. Lakukanlah pencegahan dan penindakan sesuai dengan undang-undang. Jangan takut diinterfensi dari siapapun termasuk penguasa/pejabat. Hal ini perlu agar pileg dan pilpres tahun 2019 betul-betul pesta demokrasi, berkualitas. Hingga negara-negara di dunia memberi hormat kepada bangsa indonesia atas terlaksaananya pemilu yang demokratis dan berkualitas.

Adrianus Aroziduhu Gulo

  • Bagikan